Kamis, 05 Januari 2012

PRODUK RI MAKIN DITERIMA

Daya saing produk ekspor Indonesia semakin membaik. Hal itu terlihat dari penurunan kasus penolakan ekspor Indonesia. Saat ini, penolakan masih terjadi pada komoditas pangan. Penyebabnya adalah tidak terpenuhinya syarat higienitas dan keamanan pangan, yang dipersyaratan badan karantina negara tujuan.
Demikian disampaikan Direktur Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Gusmardi Bustami, Kamis (5/1/2012).
"Negara yang paling ketat persyaratan higienitas adalah Austr alia. Sampai saat ini masih ada produk pangan kita seperti buah-buahan yang sulit masuk ke negeri Kanguru tersebut," ujarnya. Dia mengatakan, secara umum kualitas produk ekspor Indonesia sudah kompetitif. Hanya dari sisi harga perlu ditinjau ulang. Produk RI masih relatif lebih mahal dibandingkan dengan negara lain. Selain itu, juga persoalan pengiriman. "Kendala logistik seringkali membuat kualitas barang menurun," ujarnya.
Kasus penolakan pangan lainnya adalah ikan, terutama oleh negara-negara Uni Eropa. Komoditas hasil perikanan dari Indonesia tercatat 11 kali ditolak masuk ke kawasan Eropa pada tahun 2010.
Menurut Rapert Alert System for Food and Feed (RASFF), sebuah lembaga di Uni Eropa yang mengurus keamanan komoditas pangan kawasan di Uni Eropa, Indonesia berada di posisi ke-18 pada 2010 dengan 11 kasus penolakan komoditas hasil perikanan oleh Uni Eropa. Selain produk pangan, produk lain yang mendapat perhatian khusus dari negara tujuan ekspor adalah produk hasil kayu dan kelapa sawit. Perhatian itu lebih disebabkan pada dampak-dampak lingkungannya.

SOSIALISASI KEGIATAN PERTAMBANGAN MASIH MINIM

Kesenjangan pengetahuan dan pemahaman mengenai kegiatan pertambangan di berbagai kalangan, termasuk di level birokrat pemerintahan, masih terjadi. Hal ini mengakibatkan terjadi kesalahpahaman, dan rawan menimbulkan konflik pertambangan di berbagai daerah di Tanah Air.
Ketua Bidang Sumber Daya Alam Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Singgih Widagdo, menyampaikan hal itu, dalam jumpa pers yang diprakarsai IAGI, Kamis (5/1/2012), di Jakarta. Ia mencontohkan, kasus pertambangan di Bima, Nusa Tenggara Barat, dan kasus di PT Freeport Indonesia merupakan akumulasi emosi nasional.
"Ini merupakan akibat kesenjangan pengetahuan dan pemahaman mengenai pertambangan di berbagai kalangan, termasuk di level birokrat pemerintahan," ujarnya.
Untuk itu, kondisi industri pertambangan nasional harus ditata ulang. "Pemerintah pusat tidak boleh lepas tangan dengan adanya kasus pertambangan di Bima dan daerah lain. Dalam aturan perundangan yang berlaku, pemerintah pusat memiliki hak untuk mendidik dan membina pelaku usaha pertambangan di daerah," kata Singgih menambahkan.
"Sosialisasi berbagai aspek pertambangan baik positif maupun negatif perlu terus disampaikan. Sisi positif pengusahaan pertambangan yang legal, resmi dan bertanggung jawab akan memberi nilai positif seperti pendapatan negara, penciptaan lapangan kerja, efek domino ekonomi lain," ujarnya.
Pada pelaksanaan kegiatan pertambangan, termasuk eksplorasi, izin sosial merupakan keharusan. Dengan dukungan pemerintah sebagai pemberi izin usaha pertambangan, pelaku kegiatan pertambangan disarankan melaksanakan sosialisasi menyeluruh atas kegiatan yang akan dilaksanakan, termasuk manfaat dan dampaknya kepada seluruh pemangku kepentingan.
"Pro dan kontra di awal kegiatan, semestinya dapat dimusyawarahkan dan diselesaikan dengan semangat menuju kebaikan untuk semua," kata Singgih.
Kegiatan pertambangan, termasuk eksplorasi telah diatur secara rinci oleh peraturan dan perundangan yagn ada di bawah Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara.
Selain oleh pelaku pertambangan sendiri, pengelolaan dan pengawasan kegiatan pertambangan oleh pemerintah harus lebih diintensifkan lagi baik oleh tingkat pusat (Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral) maupun tingkat daerah (bupati dan dinas terkait).

BENSIN NON-SUBSIDI ATAU BAHAN BAKAR GAS ?

Pengguna mobil pribadi harus bersiap-siap menghadapi pembatasan pemakaian bahan bakar minyak bersubsidi pada 1 April 2012. Untuk tahap pertama, pemerintah akan memberlakukan pembatasan BBM bersubsidi bagi 1,29 juta kendaraan pelat hitam di Jawa dan Bali.
Pemerintah mengklaim, pembatasan konsumsi BBM bersubsidi, khususnya premium, sudah memiliki dasar hukum, yakni Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2012. Dalam APBN 2012, pemerintah telah mematok kuota BBM bersubsidi 40 juta kiloliter. Namun, berdasarkan kesepakatan dengan DPR, konsumsi BBM bersubsidi ditargetkan tidak melebihi 37,5 juta kiloliter.
Pembatasan dibutuhkan karena pengalaman tahun 2011 menunjukkan, volume BBM bersubsidi selalu terlampaui hingga subsidi BBM mencapai Rp 160 triliun. Dengan kata lain, ada pembengkakan anggaran Rp 30,3 triliun tahun 2011. Pada tahun 2011, realisasi konsumsi BBM bersubsidi mencapai 41,69 juta kiloliter. Hal ini berarti realisasi konsumsi bahan bakar bersubsidi itu 103 persen dari kuota dalam APBN Perubahan 2011 yang ditetapkan pada level 40,36 juta kiloliter. Untuk menekan konsumsi bahan bakar bersubsidi agar tidak melampaui kuota, BBM bersubsidi hanya didistribusikan untuk angkutan umum dan barang. Jadi, pemilik kendaraan pelat hitam diminta menggunakan BBM nonsubsidi atau mempersiapkan program penghematan bahan bakar.
Pemerintah menyarankan pemilik kendaraan berpenghasilan terbatas agar mengalihkan konsumsi bahan bakar minyak kedua jenis bahan bakar baru, yakni gas alam yang terkompresi (compressed natural gas/CNG) dan Vi-Gas (liquified gas vehicle). Hal itu perlu karena pemerintah tetap dengan rencana pembatasan konsumsi BBM bersubsidi pada 1 April 2012. Penggunaan CNG di Indonesia sebenarnya sudah dicoba tahun 1986. Saat itu, 20 persen armada taksi dialihkan ke CNG. Di Jakarta pernah ada 14 stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG), tetapi sebagian sudah tutup. Harga BBG ditetapkan Rp 4.100 per liter setara premium. Sementara harga premium bersubsidi Rp 4.500 per liter, sedangkan harga bahan bakar nonsubsidi hampir dua kali. Hal ini berarti pemilik kendaraan pelat hitam bisa menghemat biaya bahan bakar.
Namun, penggunaan BBG terkendala mahalnya harga alat konversi, mulai dari Rp 10 juta sampai Rp 15 juta per unit. Pemerintah hanya akan membagikan alat konversi gratis kepada angkutan umum di Jawa dan Bali. Untuk mobil pribadi, pemerintah hanya akan memberi subsidi potongan harga atau pinjaman lunak. Padahal, ada belasan juta mobil pribadi di Jawa dan Bali dan ini perlu waktu untuk menggunakan alat konversi. Untuk melaksanakan konversi ini, tentu perlu pembangunan infrastruktur BBG, baik tangki maupun SPBG, agar mudah diakses pengguna kendaraan. Hal ini disertai dengan jaminan keberlanjutan pasokan gas bagi sektor transportasi dan harga BBG yang sesuai dengan keekonomian.
Yang juga penting adalah bagaimana mengubah persepsi masyarakat bahwa BBG itu mudah meledak. Tentu perlu pengawasan ketat dan ada jaminan kualitas alat konversi yang telah tersertifikasi.

BANK INDONESIA SEGERA BATASI GADAI EMAS BANK SYARIAH


Bank Indonesia akan menerbitkan surat edaran terkait gadai emas yang dilakukan bank syariah akhir Januari 2012. Surat edaran itu salah satunya membahas mengenai besaran pemberian kredit terhadap nilai barang (loan to value/LTV).
Menurut Direktur Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, Mulya Siregar, loan to value produk gadai emas tidak boleh lebih dari 80 persen dari plafon yang ditentukan. Hal itu bertujuan untuk menghindari adanya spekulasi dalam produk gadai emas.
“Tujuannya untuk menghindari adanya spekulasi. BI juga akan melihat sejauh mana penyesuaian bank syariah yang memiliki bisnis gadai emas," ujarnya di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis 5 Januari 2012.
Mulya menambahkan, BI juga akan memberikan surat pembinaan kepada 8 perbankan syariah mengenai produk gadai emas. Dalam surat pembinaan itu bank syariah diminta untuk melakukan penyesuaian sesuai aturan yang ditetapkan. Dalam surat pembinaan itu juga berisi agar akuisisi nasabah gadai emas baru dihentikan sementara, hingga penyesuaian sudah dilakukan.

Sumber:

http://bisnis.vivanews.com/news/read/277673-bi-batasi-gadai-emas-bank-syariah-akhir-bulan



INFLASI

Inflasi dan perekonomian indonesia sangat berkaitan. Apabila tingkat inflasi tinggi, sudah dipastikan akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, diaman akan melambatnya laju pertumbuhan ekonomi.

JENIS INFLASI

Dalam ilmu ekonomi inflasi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis dalam pengelompokan tertentu, dan pengelompokan yang akan dipakai akan sangat bergantung pada tujuan yang hendak dicapai.
1.      Menurut Derajatnya
a.       Inflasi ringan:              <10%
b.      Inflasi sedang:             10%-30%
c.       Inflasi tinggi:               30%-100%
d.      Hyperinflasion:           >100%
Laju inflasi tersebut bukan suatu standar yang secara mutlak dapat menindikaikan parah tidaknya dampak inflasi bagi perekonomian di suatu negara.
2.      Menurut Penyebabnya

Demand Pull Inflation
·         Inflasi yang disebabkan oleh terlalu kuatnya peningkatan aggregate demand masyarakat terhadap komoditi hasil produksi di pasar barang. Dalam kasus jenis infalsi ini, kenaikan harga-harga barang biasanya akan selalu diikuiti dengan peningkatan output (GNP riil) dengan asumsi bila perekonomian masih belum mencapai kondisi full employment.
Cost Push Inflation
·         Inflasi yang dikarenakan bergesernya aggregate supply curve ke arah kiri atas. Dalam kasus cost push inflation kenaikan harga seringkali diikuti oleh kelesuan usaha.
3.      Menurut Asalnya

Domestic Inflation
·         Inflasi yang sepenuhnya disebabkan oleh kesalahan pengelolaan perekonomian baik di sektor riil ataupun di sektor moneer di dalam negeri oleh para pelaku ekonomi dan masyarakat.
Imported Inflation
·         Inflasi yang disebabkan oleh adanya kenaikan harga-harga komoditi di luar negeri. Inflasi ini hanya dapat terjadi pada negara yang menganut sistem perekonomian terbuka.
Perkembangan Inflasi di Indonesia   
Seperti halnya yang terjadi pada negara-negara berkembangan pada umumnya, fenomena inflasi di Indonesia masih menjadi satu dari berbagai "penyakit" ekonomi makro yang meresahkan pemerintah terlebih bagi masyarakat. Inflasi di Indonesia tinggi sekali di zaman Presiden Soekarno, karena kebijakan fiskal dan moneter sama sekali tidak prudent ("kalau perlu uang, cetak saja"). Di zaman Soeharto, pemerintah berusaha menekan inflasi - akan tetapi tidak bisa di bawah 10 persen setahun rata-rata, antara lain oleh karena Bank Indonesia masih punya misi ganda, antara lain sebagai agent of development, yang bisa mengucurkan kredit likuiditas tanpa batas. Baru di zaman reformasi, mulai di zaman Presiden Habibie maka fungsi Bank Indonesia mengutamakan penjagaan nilai rupiah. Tetapi karena sejarah dan karena inflationary expectations masyarakat (yang bertolak ke belakang, artinya bercermin kepada sejarah) maka "inflasi inti" masih lebih besar daripada 5 persen setahun. Dapat dikatakan bahwa inflasi di Indonesia telah masuk dalam stadium awal dari hyperinflation.

Sumber-sumber inflasi di Indonesia
Ada beberapa faktor utama yang menjadi penyebab timbulnya inflasi di Indonesia :
a.       Jumlah uang beredar
b.      Defisit Anggaran Belanja Pemerintah
c.       Faktor-faktor dalam Penawaran Agregat dan Luar Negeri
Pengendalian Inflasi di Indonesia
1.      Meningkatkan Supply Bahan Pangan
2.      Mengurangi Defisit APBN
3.      Meningkatkan Cadangan Devisa
4.      Memperbaiki dan meningkatkan kemampuan sisi penawaran agregat
Perekonomian
Tanda-tanda perekonomian mengalami penurunan adalah tahu 1997 dimana pada masa itulah awal terjadinya krisis. Kondisi keamanan yang belum kondusif akan sangat memengaruhi iklim investasi di Indonesia. Adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi diharapkan akan menjanjikan harapan bagi perbaikan kondisi ekonomi dimas datang. Bagi Indonesia, dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi maka harapan meningkatnya pendapatan nasional (GNP), pendapatan persaingan kapita akan semakin meningkat, tingkat inflasi dapat ditekan, suku bunga akan berada pada tingkat yang wajar dan semakin bergairahnya modal bagi dalam negeri maupun luar negeri.
Namun semua itu bisa terwujud apabila kondisi keamanna dalam negeri telah bena-benar kondusif. Kebijakan pemerintah dalam pemberantasan terorisme dan pemberantasan korupsi akan sangat turut membantu bagi pemulihan perekonomian.