Minggu, 20 Februari 2011

DAMPAK PERDAGANGAN INTERNASIONAL TERHADAP SEKTOR PERTANIAN


PENDAHULUAN

Perdagangan internasional yang terjadi di dunia saat ini bisa dibilang mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini dapat dibuktikan dengan meningkatnya arus peredaran jual – beli barang, jasa, tenaga kerja, hingga modal sekalipun dari satu negara ke negara lainnya. Kegiatan – kegiatan tersebut dapat terjadi pada kegiatan ekspor – impor, investasi, perdagangan jasa, lisensi dan waralaba, perbankan, asuransi dll. Proses liberalisasi dan globalisasi yang terjadi saat ini juga membawa pengaruh yang sangat besar terhadap pasar dunia. Indonesia sendiri yang menganut sistem perekonomian terbuka pun sangat sulit untuk mengelak dari dinamika pasar yang setiap saat nya mengalami perubahan sehingga berpengaruh terhadap pasar domestik Indonesia sendiri ditambah dengan adanya kebijakan unilateral dan ratifikasi
Sektor pertanian adalah salah satu sektor yang masuk WTO, dengan disahkannya hasil Putaran Uruguay (Uruguay Round) WTO sebagai rangkaian dari General Agreement on Tariff and Trade (GATT) pada tanggal 15 Desember 1993. Perundingan di bidang pertanian meliputi tiga pilar utama, yaitu subsidi/bantuan domestik (domestic support), promosi/subsidi ekspor (export promotion/subsidy), akses pasar (market access)
Indonesia pernah mencatat prestasi yang cukup menggembirakan pada tahun 1995 dengan keberhasilan program swasembada pangan, sehingga WFP (World Food Programme) dari PBB dihentikan untuk sementara waktu. Namun kondisi pertanian saat ini jauh dari menggembirakan dimana para petani tidak menikmati kenaikan harga produk pertanian, utamanya beras (naik sekitar 33 persen) di pasar dunia. Bahkan Indonesia menghadapi kelangkaan pasokan beras dalam negeri sehingga masyarakat sulit mendapatkan beras dengan harga terjangkau. Seperti negara lain, Indonesia mengalami transformasi dalam struktur ekonominya, yaitu dari sektor pertanian ke sektor industri.Perekonomian di pedesaan mengalami kelebihan penawaran tenaga kerja akibat tingginya pertumbuhan penduduk dan karena perekonomian yang masih bersifat tradisional dan subsisten sehingga upah riil menjadi rendah.
Dalam perjanjian pertanian WTO, Indonesia memasukkan empat komoditas strategisnya yaitu beras, jagung, gula dan kedelai, dimana keempat komoditas ini dikategorikan sebagai komoditas substitusi impor.




ISI

Negara-negara berkembang anggota WTO cenderung mengalami dampak negatif dari liberalisasi perdagangan, termasuk Indonesia yang telah menjadi net-importir country beras sejak tahun 1995. Sedangkan negara-negara maju seperti AS dan Uni Eropa (UE) serta G-10 memperoleh manfaat yang signifikan dari AoA WTO tersebut. Liberalisasi perdagangan ini justru menciptakan ketidakadilan bagi negara-negara berkembang. Terkait dengan akses pasar misalnya, menurut data FAO 2006, UE menetapkan tariff barrier yang tinggi dan waktu impor yang terbatas bagi negara-negara lain, yaitu hanya periode Maret – Agustus. Selain itu, tingginya ’initial rate tariff’ di negara-negara maju menyebabkan produk-produk negara-negara berkembang sulit menembus pasar negara-negara maju. Hasil penelitian IATP (Institute of Agriculture and Trade Policy) AS menyatakan bahwa AS melalui Bank Dunia dan WTO memaksa negara-negara berkembang untuk menurunkan tariff dan membuka pasar yang memudahkan MNC AS melakukan kegiatan bisnis pangan secara global yang terutama melayani pasar negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Penelitian IATP mendukung kondisi nyata negara-negara berkembang. Misalnya, Indonesia yang memasukkan 4 komoditas utama dalam AoA WTO, yaitu beras, jagung, kedelai dan gula.
Untuk ekspor, Indonesia malah tidak memberikan subsidi bagi produk pertanian yang diekspor karena anggaran pemerintah yang terbatas dan ketakberpihakan elit pemerintahan terhadap petani Indonesia. Selain itu pengurangan domestic support pertanian, menyebabkan pemerintah menetapkan kredit tani hanya diberikan sampai 2004 dan melakukan pengurangan subsidi pupuk secara bertahap. Kebijakan penetapan tarif impor sampai 0persen menyebabkan membanjirnya produk pertanian impor dalam pasar dalam negeri yang menggeser produk lokal yang kalah bersaing. Disamping itu, masuknya benih-benih transgenik yang dibawa oleh perusahaan-perusahaan transnasional, seperti Monsanto, yang mengakibatkan hilangnya benih-benih lokal Indonesia.

Pendapat dikemukakan oleh Presbisch dan Singer (Jhingan, 2007: 450) yang menyatakan bahwa perdagangan justru menghambat pembangunan di negara berkembang karena adanya
 Dampak negatif dari pergerakan modal internasional
 Demonstration effects internasional
 Kemerosotan imbangan perdagangan barang (coomodity terms of trade).

Investasi luar negeri yang menghasilkan produk primer akan meruikan produksi domestik, karena sektor domestik lebih bersifat padat karya sedangkan sektor ekspor bersifat padat modal yang tidak mampu menyerap tenaga kerja yang banyak. Terkait dengan term of trade terajdi pengalihan pendapatan dari negara berkembang ke negara maju karena manfaat dan keuntungan perdagangan mengalir ke negara maju.





PENUTUP

Sektor pertanian sangat memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber devisa (salah satu komoditi ekspor) sehingga merupakan sumber pertumbuhan ekonomi. Seiring dengan hal itu, perekonomian dunia saat ini memasuki era sejarah baru dimana ekonomi dan budaya nasional serta batas-batas geografis kenegaraan sudah kehilangan makna oleh sebuah proses globalisasi yang berjalan cepat. Indonesia yang menganut perekonomian terbuka juga sangat sulit untuk mengelak dari dinamika ekonomi internasional yang semakin mengglobal ini. Terbentuknya World Trade Organization (WTO) yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing ekonomi melalui perdagangan internasional yang adil dan saling menguntungkan. Namun, Liberalisasi perdagangan di sektor pertanian tidak memberikan keuntungan yang seimbang bagi negara berkembang seperti yang diperoleh negara maju, karena mengancam pasar domestik, terutama kesejahteraan petani produsen di negara-negara berkembang.


SUMBER:

http://ajiesaid.blogspot.com/2008/08/pengaruh-perdagangan-internasional.html

1 komentar: