Sabtu, 30 Juni 2012

UNDANG - UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Apa yang dimaksud dengan Sistem Elektronik? UU ITE tidak menggunakan istilah 'komputer' tetapi menggunakan istilah 'sistem elektronik' untuk menunjukkan cakupan yang lebih luas yakni segala peralatan elektronik dan prosedurnya yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik. Peralatan Handphone termasuk sistem elektronik karena fungsinya mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik misalnya berupa sms.
Siapa Penyelenggara Sistem Elektronik? Berkaitan dengan istilah 'penyelenggaraan sistem elektronik' yang tidak lain adalah penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat yang memanfaatkan sistem elektronik misalnya untuk pelayanan publik. Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat yang memanfaatkan sistem elektronik harus tunduk pada ketentuan dalam UU ITE, diantaranya tidak melakukan perbuatan menyebarkan informasi elektronik yang dilarang, seperti pornografi, perjudian, berita bohong, pengancaman. Bagi yang memanfaatkan sistem elektronik tidak melakukan perbuatan tanpa hak seperti merusak sistem elektronik, memanipulasi informasi, menyadap informasi milik orang lain. Bagi para pelaku yang melakukan perbuatan yang dilarang akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan dalam UU ITE.
Siapa yang bertanggungjawab dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik? Setiap penyelenggara bertanggungjawab terhadap sistem elektronik yang diselenggarakan, kecuali berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik. Pihak Bank bertanggungjawab terhadap sistem elektronik berupa ATM yang diselenggarakan. Ketika ada hacker yang menyerang sistem elektronik itu sehingga transaksi elektronik terganggu, maka pihak Bank bertanggungjawab untuk memulihkan kembali sistem elektronik itu dan melaporkan ke pihak Kepolisian atas serangan tersebut, sehingga Polisi dapat melakukan penyidikan untuk mencari bukti-bukti dan pelakunya. Pihak Bank tidak bertanggungjawab dalam hal terjadi pada pengguna sistem elektronik berupa situasi:
1.      keadaan memaksa, misalnya pelaku kejahatan mengancam nasabah (pengguna) untuk mengirimkan sejumlah uang lewat transaksi di atm ke rekening pelaku
2.      kesalahan, misalnya nasabah (pengguna) mengirimkan uang ke rekening yang salah tujuannya.
3.      kelalaian, misalnya nasabah (pengguna) lalai menjaga PIN sehingga jatuh ke tangan orang lain dan dapat digunakan untuk menarik atau mentransfer sejumlah uang.
Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah sepanjang informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik itu berasal dari sistem elektronik yang memenuhi ketentuan dalam UU ITE, yakni:
1.      dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang-undangan;
2.      dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan Informasi Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
3.      dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
4.      dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut; dan
5.      memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.

Berikut adalah Undang – Undang Transaksi Elektronik:

UNDANG – UNDANG
NO. 11 TAHUN 2008
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Menimbang :
1.                  bahwa  pembangunan  nasional  adalah  suatu  proses  yang  berkelanjutan  yang  harus senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat;
2.                  bahwa  globalisasi  informasi  telah  menempatkan  Indonesia  sebagai  bagian  dari masyarakat  informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan mengenai pengelolaan  Informasi  dan  Transaksi  Elektronik  di  tingkat  nasional  sehingga pembangunan Teknologi Informasi dapat dilakukan secara optimal, merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa;
3.                  bahwa perkembangan  dan  kemajuan  Teknologi  Informasi  yang  demikian  pesat  telah  menyebabkan  perubahan  kegiatan  kehidupan  manusia  dalam berbagai  bidang  yang secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru;
4.                  bahwa penggunaan  dan  pemanfaatan  Teknologi  Informasi  harus  terus  dikembangkan untuk  menjaga,  memelihara,  dan  memperkukuh  persatuan  dan  kesatuan  nasional berdasarkan Peraturan Perundang-undangan demi kepentingan nasional;
5.                  bahwa  pemanfaatan  Teknologi  Informasi  berperan  penting  dalam perdagangan  dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat;
6.                  bahwa  pemerintah  perlu  mendukung  pengembangan  Teknologi  Informasi  melalui infrastruktur  hukum  dan  pengaturannya  sehingga  pemanfaatan  Teknologi  Informasi dilakukan  secara  aman  untuk  mencegah  penyalahgunaannya  dengan  memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia;
7.                  bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf  d,  huruf  e,  dan huruf  f,  perlu membentuk Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik; Mengingat : Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

-          Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi  tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto,  electronic data interchange  (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
-          Transaksi  Elektronik  adalah  perbuatan  hukum yang  dilakukan  dengan  menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
-          Teknologi  Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.
-          Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima,  atau  disimpan  dalam bentuk  analog,  digital,  elektromagnetik,  optikal,  atau sejenisnya,  yang  dapat  dilihat,  ditampilkan,  dan/atau  didengar  melalui  Komputer  atau Sistem Elektronik,  termasuk  tetapi  tidak  terbatas  pada  tulisan,  suara,  gambar,  peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol  atau perforasi yang  memiliki  makna  atau  arti  atau  dapat  dipahami  oleh  orang  yang  mampu memahaminya.
-          Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan,  mengumpulkan,  mengolah,  menganalisis,  menyimpan,  menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.
-          Penyelenggaraan  Sistem  Elektronik  adalah  pemanfaatan  Sistem  Elektronik  oleh penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.
-          Jaringan Sistem Elektronik adalah terhubungnya dua Sistem Elektronik atau lebih, yang bersifat tertutup ataupun terbuka.
-          Agen  Elektronik  adalah  perangkat  dari  suatu  Sistem  Elektronik  yang  dibuat  untuk melakukan suatu tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara otomatis yang diselenggarakan oleh Orang.
-          Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik  dan  identitas  yang  menunjukkan  status  subjek  hukum para  pihak  dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.
-          Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai  pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.
-          Lembaga  Sertifikasi  Keandalan  adalah  lembaga  independen  yang  dibentuk  oleh profesional  yang  diakui,  disahkan,  dan  diawasi  oleh Pemerintah  dengan kewenangan mengaudit dan mengeluarkan sertifikat keandalan dalam Transaksi Elektronik.
-          Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik  yang dilekatkan,  terasosiasi atau terkait  dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
-          Penanda Tangan adalah subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait  dengan Tanda Tangan Elektronik.
-          Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau sistem yang melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.
-          Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan.
-          Kode Akses adalah angka,  huruf,  simbolkarakter lainnya atau kombinasi di  antaranya, yang  merupakan  kunci  untuk  dapat  mengakses  Komputer  dan/atau  Sistem Elektronik  lainnya.
-          Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik.
-          Pengirim adalah subjek hukum yang mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
-          Penerima adalah subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dari Pengirim.
-          Nama  Domain  adalah  alamat  internet  penyelenggara  negara,  Orang,  Badan  Usaha, dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu dalam internet.
-          Orang adalah orang perseorangan,  baik warga negara Indonesia,  warga negara asing, maupun badan hukum.
-          Badan Usaha adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
-          Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.

Pasal 2

Undang-Undang  ini  berlaku  untuk  setiap  Orang  yang  melakukan  perbuatan  hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di  luar  wilayah hukum Indonesia,  yang memiliki  akibat  hukum di  wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.

Selanjutnya penjelasan pasal-pasal dapat di download:

Sumber:

UNDANG - UNDANG OJK

Undang – Undang Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
No. 21 Tahun 2011

Menimbang :
1.                  Bahwa untuk mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, diperlukan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan yang terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat;
2.                  Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, diperlukan otoritas jasa keuangan yang memiliki fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara terpadu, independen, dan akuntabel;
3.                  Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk UndangUndang tentang Otoritas Jasa Keuangan;

Mengingat :
1.                  Pasal  5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.                  Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4962);

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1.                  Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang ini.
2.                  Dewan Komisioner adalah pimpinan tertinggi OJK yang bersifat kolektif dan kolegial.
3.                  Kepala Eksekutif adalah anggota Dewan Komisioner yang bertugas memimpin pelaksanaan pengawasan kegiatan jasa keuangan dan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Dewan Komisioner.
4.                  Lembaga Jasa Keuangan adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
5.                  Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan syariah sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perbankan dan undang-undang mengenai perbankan syariah.
6.                  Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai pasar modal.
7.                  Perasuransian adalah usaha perasuransian yang bergerak di sektor usaha asuransi, yaitu usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang, usaha reasuransi, dan usaha penunjang usaha asuransi yang menyelenggarakan jasa keperantaraan, penilaian kerugian asuransi dan jasa aktuaria, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai usaha perasuransian.
8.                  Dana Pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai dana pensiun.
9.                  Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai lembaga pembiayaan.
10.              Lembaga Jasa Keuangan Lainnya adalah pergadaian, lembaga penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan lembaga yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, meliputi penyelenggara program jaminan sosial, pensiun, dan kesejahteraan, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai pergadaian penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, serta lembaga jasa keuangan lain yang dinyatakan diawasi oleh OJK berdasarkan peraturan perundang-undangan.
11.              Peraturan OJK adalah peraturan tertulis yang ditetapkan oleh Dewan Komisioner, mengikat secara umum, dan diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
12.              Peraturan Dewan Komisioner adalah peraturan tertulis yang ditetapkan oleh Dewan Komisioner dan mengikat di lingkungan internal OJK.
13.              Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
14.              Lembaga Penjamin Simpanan adalah Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai lembaga penjamin simpanan.
15.              Konsumen adalah pihak-pihak yang menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan yang tersedia di Lembaga Jasa Keuangan antara lain nasabah pada Perbankan, pemodal di Pasar Modal, pemegang polis pada Perasuransian, dan peserta pada Dana Pensiun, berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
16.              Pemerintah adalah pemerintah Republik Indonesia.
17.              Gubernur Bank Indonesia adalah pemimpin merangkap anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia.
18.              Menteri Keuangan adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
19.              Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan adalah pemimpin merangkap anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan.
20.              Ex-officio adalah jabatan seseorang pada lembaga tertentu karena tugas dan kewenangannya pada lembaga lain.
21.              Komite Etik adalah organ pendukung Dewan Komisioner yang bertugas mengawasi kepatuhan Dewan Komisioner, pejabat dan pegawai OJK terhadap kode etik.
22.              Dewan Audit adalah organ pendukung Dewan Komisioner yang bertugas melakukan evaluasi atas pelaksanaan tugas OJK serta menyusun standar audit dan manajemen risiko OJK.
23.              Panitia Seleksi adalah panitia yang dibentuk oleh Presiden yang bertugas untuk memilih dan menetapkan calon anggota Dewan Komisioner untuk disampaikan kepada Presiden.
24.              Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi.
25.              Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan adalah  forum koordinasi yang dibentuk untuk menjaga stabilitas sistem keuangan yang anggotanya terdiri atas Menteri Keuangan selaku koordinator merangkap anggota, Gubernur Bank Indonesia selaku anggota, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan selaku anggota, dan Ketua Dewan Komisioner OJK selaku anggota.

BAB II
PEMBENTUKAN, STATUS, DAN TEMPAT KEDUDUKAN

Pasal 2
1.                  Dengan Undang-Undang ini dibentuk OJK.
2.                  OJK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang ini.

Pasal 3
1.                  OJK berkedudukan di ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.                  OJK dapat mempunyai kantor di dalam dan di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dibentuk sesuai dengan kebutuhan.

Selanjutnya penjelasan pasal-pasal dapat di download.

Ada beberapa hal yang melatarbelakangi lahirnya UU ini selain pertimbangan Undang-Undang tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali dirubah, yakni:
-          Sistem keuangan dan seluruh kegiatan jasa keuangan yang menjalankan fungsi intermediasi bagi berbagai kegiatan produktif di dalam perekonomian nasional merupakan salah satu komponen penting dalam sistem perekonomian nasional.
-          Terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi serta inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan saling terkait antar-subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan.
-          Adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan (konglomerasi) telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antarlembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan
-          Banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan, yang meliputi tindakan moral hazard, belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas sistem keuangan.
Harapan penataan melalui UU No.21 Tentang Otoritas Jasa Keuangan :
-          Penataan dimaksud dilakukan agar dapat dicapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif di dalam menangani permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan.
-          Agar pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan jasa keuangan tersebut harus dilakukan secara terintegrasi
Tugas OJK
OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
-          Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;
-          Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan
-          Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

Dalam menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan, OJK mempunyai wewenang:
1.      Terkait Khusus Pengawasan dan Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan Bank yang meliputi :
·         Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan
·         Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;
·         Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank; laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; sistem informasi debitur; pengujian kredit (credit testing); dan standar akuntansi bank;
·         Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:  manajemen risiko; tata kelola bank; prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan pemeriksaan bank.

2.      Terkait Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) yang meliputi :
·         Menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
·         Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
·         Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK
·         Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
·         Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;
·         Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan
·         Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

3.      Terkait Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) yang meliputi :
·         Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
·         Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;
·         Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
·         Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;
·         Melakukan penunjukan pengelola statuter;
·         Menetapkan penggunaan pengelola statuter;
·         Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan
·         Memberikan dan/atau mencabut: izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan, persetujuan atau penetapan pembubaran dan penetapan lain.

Asas-Asas OJK dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya
Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Otoritas Jasa Keuangan berlandaskan asas-asas sebagai berikut:
-          Asas independensi, yakni independen dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;
-          Asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan;
-          Asas kepentingan umum, yakni asas yang membela dan melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan umum;
-          Asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi dan golongan, serta rahasia negara, termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
-          Asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
-          Asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan; dan
-          Asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.

Hubungan Kelembagaan OJK dengan Bank Indonesia dan LPS.
Dalam melaksanakan tugasnya, OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam membuat peraturan pengawasan di bidang Perbankan antara lain: kewajiban pemenuhan modal minimum bank, sistem informasi perbankan yang terpadu, kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing, dan pinjaman komersial luar negeri, produk perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha bank lainnya, penentuan institusi bank yang masuk kategori systemically important bank dan data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasiaan informasi. Dalam hal Bank Indonesia untuk melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya memerlukan pemeriksaan khusus terhadap bank tertentu, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan langsung terhadap bank tersebut dengan menyampaikan pemberitahuan secara tertulis terlebih dahulu kepada OJK, akan tetapi tidak dapat memberikan penilaian terhadap tingkat kesehatan bank dan laporan hasil pemeriksaan tersebut disampaikan kepada OJK paling lama 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya hasil pemeriksaan.
Jika OJK mengindikasikan bank tertentu mengalami kesulitan likuiditas dan/atau kondisi kesehatan semakin memburuk, OJK segera menginformasikan ke Bank Indonesia untuk melakukan langkah-langkah sesuai dengan kewenangan Bank Indonesia. OJK menginformasikan kepada Lembaga Penjamin Simpanan mengenai bank bermasalah yang sedang dalam upaya penyehatan oleh OJK sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan. Lembaga Penjamin Simpanan dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank yang terkait dengan fungsi, tugas dan wewenangnya, serta berkoordinasi terlebih dahulu dengan OJK. OJK, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan wajib membangun dan memelihara sarana pertukaran informasi secara terintegrasi.

Sumber:

Minggu, 03 Juni 2012

PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI

Pengertian Sengketa
Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan. Senada dengan itu Winardi mengemukakan Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain”. Sedangkan menurut Ali Achmad berpendapat Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.
Dari kedua pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa adalah prilaku pertentangan antara dua orang atau lebih yang dapat menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberi sanksi hukum bagi salah satu diantara keduanya

Cara – Cara Penyelesaian Sengketa

Penyelesaian sengketa secara damai bertujuan untuk mencegah dan mengindarkan kekerasan atau peperangan dalam suatu persengketaan antar negara. Menurut pasal 33 ayat 1 (Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan) Piagam PBB penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui cara-cara sebagai berikut:
a.      Negosiasi (perundingan)
Perundingan merupakan pertukaran pandangan dan usul-usul antara dua pihak untuk menyelesaikan suatu persengketaan, jadi tidak melibatkan pihak ketiga.
b.      Enquiry (penyelidikan)
Penyelidikan dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak memihak dimaksud untuk mencari fakta.
c.       Good offices (jasa-jasa baik)
Pihak ketiga dapat menawarkan jasa-jasa baik jika pihak yang bersengketa tidak dapat menyelesaikan secara langsung persengketaan yang terjadi diantara mereka. Penyelesaian perkara perdata melalui sistem peradilan:
§  Memberi kesempatan yang tidak adil (unfair), karena lebih memberi kesempatan kepada lembaga-lembaga besar atau orang kaya.
§  Sebaliknya secara tidak wajar menghalangi rakyat biasa (ordinary citizens) untuk perkara di pengadilan.
1.      Negosiasi
Ø  Sebuah bentuk interaksi sosial saat pihak - pihak yang terlibat berusaha untuk saling menyelesaikan tujuan yang berbeda dan bertentangan. Negosiasi merupakan suatu proses saat dua pihak mencapai perjanjian yang dapat memenuhi kepuasan semua pihak yang berkepentingan dengan elemen-elemen kerjasama dan kompetisi. Termasuk di dalamnya, tindakan yang dilakukan ketika berkomunikasi, kerjasama atau memengaruhi orang lain dengan tujuan tertentu.
2.      Mediasi
Ø  Upaya penyelesaian konflik dengan melibatkan pihak ketiga yang netral, yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan yang membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai penyelesaian (solusi) yang diterima oleh kedua belah pihak.
3.      Arbitrase
Ø  Arbitrase adalah salah satu jenis alternatif penyelesaian sengketa dimana para pihak menyerahkan kewenangan kepada pihak netral atau yang disebut arbiter untuk memberi keputusan. Tujuan dilakukannya arbitrase adalah untuk menyelesaikan perselisihan dalam bidang perdagangan dan hak dikuasai sepenuhnya oleh para pihak, dengan mengeluarkan suatu putusan yang cepat dan adil, tanpa adanya formalitas atau prosedur yang berbelit-belit yang dapat yang menghambat penyelisihan perselisihan.

Perbandingan Perundingan, Ligitasi, dan Arbitrase
a.      Perundingan
Ø  Cara penyelesaian sengketa dimana para pihak yang bersengketa saling melakukan kompromi untuk menyuarakan kepentingannya. Dengan cara kompromi tersebut diharapkan akan tercipta win-win solution dan akan mengakhiri sengketa tersebut secara baik.
b.      Ligitasi
Ø  Sistem penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan. Sengketa yang terjadi dan diperiksa melalui jalur litigasi akan diperiksa dan diputus oleh hakim. Melalui sistem ini tidak mungkin akan dicapai sebuah win-win solution (solusi yang memperhatikan kedua belah pihak) karena hakin harus menjatuhkan putusan dimana salah satu pihak akan menjadi pihak yang menang dan pihak lain menjadi pihak kalah.
c.       Arbitrase
Ø  Cara penyelesaian sengketanya mirip dengan ligitasi, hanya saja ligitasi bisa dikatakan sebagai ligitasi swasta dimana yang memeriksa perkara tersebut bukanlah hakim tetapi seorang arbiter. Untuk dapat menempuh prosesi arbitrase hal pokok yang harus ada adalah klausa arbitrase di dalam perjanjian yang dibuat debelum timbul sengketa akibat perjanjian tersebut, atau perjanjian arbitrase dalam hal sengketa tersebut sudah timbul namun tidak ada klausa arbitrase dalam perjanjian sebelumnya.

Sumber:



ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

Pasar Monopoli adalah suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar. Penentu harga pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering disebut sebagai "monopolis". Sebagai penentu harga (price-maker), seorang monopolis dapat menaikan atau mengurangi harga dengan cara menentukan jumlah barang yang akan diproduksi; semakin sedikit barang yang diproduksi, semakin mahal harga barang tersebut, begitu pula sebaliknya. Walaupun demikian, penjual juga memiliki suatu keterbatasan dalam penetapan harga. Apabila penetapan harga terlalu mahal, maka orang akan menunda pembelian atau berusaha mencari atau membuat barang subtitusi (pengganti) produk tersebut.

Asas Dan Tujuan

Asas
Ø  Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan
Ø  Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.

Kegiatan yang Dilarang
Dalam UU No.5/1999,kegiatan yang dilarang diatur dalam pasal 17 sampai dengan pasal 24. Undang undang ini tidak memberikan defenisi kegiatan,seperti halnya perjanjian. Namun demikian, dari kata “kegiatan” kita dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kegiatan disini adalah aktivitas,tindakan secara sepihak. Bila dalam perjanjian yang dilarang merupakan perbuatan hukum dua pihak maka dalam kegiatan yang dilarang adalah merupakan perbuatan hukum sepihak. Adapun kegiatan kegiatan yang dilarang tersebut yaitu:
1.      Monopoli
§  Penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.
2.      Monopsoni
§  Situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar yang besar yang bertindak sebagai pembeli tunggal, sementara pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang bertindak sebagai penjual jumlahnya banyak.
3.      Penguasaan Pasar
§  Di dalam UU no.5/1999 Pasal 19, bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang merupakan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yaitu :
a.       Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan;
b.      Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya;
c.       Membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan;
d.      Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
4.      Persekongkolan
§  Bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol (pasal 1 angka 8 UU No.5/1999).
5.      Posisi Dominan
§  Artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan, penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu.
6.      Jabatan Rangkap
§  Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa seorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain.
7.      Pemilikan Saham
§  Berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada saat bersangkutan yang sama atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama.
8.      Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan
§  Dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, mengatakan bahwa pelaku usaha yang berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum yang menjalankan perusahaan bersifat tetap dan terus menerus dengan tujuan mencari keuntungan.

Perjanjian yang Dilarang
1.                  Oligopoli
Keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar.
2.                  Penetapan harga
Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain :
a.       Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.
b.      Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama.

Sumber: