Selasa, 29 Maret 2011

Pro Kontra Redenominasi di Indonesia


            Pemotongan nilai mata uang Rupiah atau sanering yang pernah dilakukan di zaman kemerdekaan dulu rupanya sangat membekas di sebagian kalangan generasi terdahulu. Trauma ini muncul tatkala gagasan redenominasi oleh sebagian kalangan disejajarkan dengan sanering pada kala itu. Redenominasi adalah penyederhanaan nilai mata uang menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilai tukarnya.
            Menurut Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution, pecahan uang dengan angka nol yang banyak seperti sekarang dianggap tak efisien dan menimbulkan kesulitan dalam proses hitung – hitungan dan akuntansi. Bukan saja bagi manusia tapi juga dalam perhitungan dengan menggunakan mesin hitung dan komputer. Tak heran kini umumnya penghitungan dilakukan dengan cara menghilangkan sejumlah nol di belakang angka agar lebih mudah. Apalagi nilai transaksi kini kian besar bila dilakukan secara tunai.
            Bila redenominasi disetujui oleh Pemerintah dan DPR, BI selaku otoritas lembaga keuangan akan menerbikan uang baru dengan angka nol tak sebanyak angka nol pada mata uang yang berlaku sekarang. Misalnya Rp 1.000 uang lama bisa dijadikan Rp 1 uang baru. Tahun 2011 – 2012 pun dijadikan sebagai masa sosialisasi, akuntansi, pencatatan, sistem informasi, dan sebagainya. Setelah itu periode tahun 2013 – 2015 adalah masa transisi, dimana pada masa ini pembuatan aturan menyangkut teknis dari masing – masing instansi yang berwenang. Berikutnya adalah masa penarikan uang lama pada periode tahun 2016 – 2018, dimana uang lama akan ditarik dari pasaran. Diharapkan pada tahun 2019 – 2020/2021 pemberlakuan uang baru akan dilaksanakan.
            Selain Indonesia, tinggal dua negara lagi yang mempunyai banyak angka nol dalam mata uang nya, yaitu Vietnam dan Zimbabwe. Negara yang disebutkan terakhir ini pernah mencoba menerapkan redenominasi tetapi program tersebut tidak bertahan lama karena disebabkan dengan tingkat inflasi yang tinggi di negara tersebut.
            Situasi perekonomian nasional yang stabil seperti saat ini merupakan saat yang tepat mensosialisasikan redenominasi. Selain efisiensi, redenominasi diperlukan terkait dengan pembangunan infrastruktur sistem pembayaran.

Sumber: Majalah Investor, September 2010

Senin, 14 Maret 2011

TUGAS 2

DUAL LISTING

I.                   PENDAHULUAN

Setelah hampir 12 tahun ketika Krisis Ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1998, perekonomian Indonesia sudah menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang positif, namun pertumbuhan rata – rata relatif masih lebih lambat dibandingkan dengan negara – negara yang juga terkena krisis ekonomi pada tahun tersebut, seperti Thailand dan Korea Selatan, atau masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan rata – rata per tahun yang dicapai oleh pemerintahan Orde Baru, yang saat itu Presiden Soeharto berkuasa. Salah satu penyebabnya adalah belum intensif nya kegiatan investasi, baik dalam negeri maupun luar negeri. Padahal era Orde Baru membuktikan bahwa investasi menjadi faktor pendorong laju pertumbuhan ekonomi pada saat itu.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Investasi diartikan sebagai penanaman uang atau di suatu perusahaan atau proyek dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Pada dasarnya investasi adalah membeli suatu aset yang diharapkan di masa datang dapat dijual kembali dengan nilai harga yang tinggi.
Investasi merupakan pengeluaran yang ditujukan untuk meningkatkan atau mempertahankan stok barang modal yang terdiri dari mesin, pabrik, kantor dan produk-produk tahan lama  lainnya yang digunakan dalam proses produksi (Mulyadi, 1990, hal.268).
Investasi merupakan penundaan konsumsi sekarang untuk digunakan didalam produksi yang efisien selama periode waktu yang tertentu (Jogiyanto, 2003, hal: 5). Selain itu investasi dapat juga diartikan sebagai pengeluaran oleh sektor produsen  swasta untuk pembelian barang-barang atau jasa-jasa guna penambahan stok barang dan peralatan perusahaan (Boediono, 1986, hal.40).
Faktor-faktor penentu investasi sangat tergantung pada situasi dimasa depan yang sulit untuk diramalkan, maka investasi merupakan komponen yang paling mudah berubah. Usaha untuk mencatat nilai penanaman modal yang dilakukan dalam satu tahun tertentu yang digolongkan sebagai investasi, meliputi pengeluaran atau pembelanjaan untuk:
1.      Seluruh nilai pembelian para pengusaha atas barang  modal dan membelanjakan untuk mendirikan industri-industri.
2.      Pengeluaran masyarakat untuk mendirikan tempat tinggal.
3.      Pertambahan dalam nilai stok barang-barang perusahaan yang berupa bahan mentah, barang yang belum diproses dan barang jadi.

Investasi juga disebut sebagai Penanaman Modal. Berdasarkan Hukum Penanaman Modal Asing dan Dalam Negeri:
  • PMA   : UU no. 1/1967 (Revisi UU No. 11/1970)
-     Pasal 1: Penanaman Modal Asing (PMA) adalah Penanaman modal asing yang dilakukan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia dan menanggung segala resiko penanaman modal tersebut secara langsung.
-     Pasal 2: Modal Asing itu sendiri adalah Alat pembayaran luar negeri yang tidak berasal dari kekayaan devisa Indonesia. Termasuk alat-alat perusahaan dan penemuan baru milik orang asing yang diimpor.
-     Pasal 3: Perusahaan yang dimaksud harus berbentuk Badan Hukum Indonesia yang seluruhnya berada di Indonesia atau sebagian besar berada di Indonesia.
-     Pasal 18: Izin penanaman modal asing jangka waktu berlakunya maksimal 30 tahun.
  • PMDN            : UU no. 6/1968 (Revisi UU No. 12/1970)
-     Pasal 1: Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) adalah Modal yang berasal dari kekayaan masyarakat Indonesia baik yang dimiliki oleh negara, swasta nasional, atau swasta asing (sepanjang tidak diatur dalam Pasal 2 UU No. 1/1967).
-     Pasal 2: Pihak swasta yang dimaksud dapat berupa perorangan atau badan hukum. Penggunaaan modal dalam negeri baik secara langsung atau tidak, untuk menjalankan kegiatan usaha. Perusahaan Nasional wajib memiliki modal 50%+1.





II.                ISI

 PERKEMBANGAN PASAR MODAL INDONESIA

 Pasar Modal pada hakekatnya adalah pasar yang tidak berbeda jauh dengan pasar tradisional yang selama ini kita kenal, di mana ada pedagang, pembeli, dan juga tawar me-nawar harga. Pasar modal dapat juga diartikan sebagai sebuah wahana yang memperte-mukan pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang menyediakan dana sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal telah menggariskan bahwa Pasar Modal mempunyai posisi yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional. Pertumbuhan suatu Pasar Modal sangat tergantung dari kinerja perusahaan efek. Untuk mengkoordinasikan modal, dukungan teknis, dan sumber daya manusia dalam pengembangan Pasar Modal diperlukan suatu kepemimpinan yang efektif. Perusahaan-perusahaan harus menjalin kerja sama yang erat untuk menciptakan pasar yang mampu menyediakan berbagai jenis produk dan alternatif investasi bagi masyarakat.
Untuk mengembangkan prasarana industri Efek diperlukan investasi yang besar. Investasi tersebut tergantung pada keuntungan ekonomis yang dapat diperoleh para usahawan. Faktor-faktor yang dapat mengurangi jumlah investasi yang dapat diperlukan untuk membangun prasarana dan mengurangi biaya operasi perusahaan efek, akan mendorong perkembangan Pasar Modal melalui peningkatan kelangsungan hidup Perusahaan Efek. Perkembangan dimaksud dapat dicapai apabila faktor-faktor tersebut juga mampu menghasilkan layanan dan alternatif investasi yang aman dan berkualitas tinggi terutama dalam memberikan pelayanan yang optimal kepada para investor sehingga perkembangannya nanti akan sangat mempengaruhi minat dari para calon investor baru yang ingin coba-coba berinvestasi di Pasar Modal.
Bursa Efek terus berkembang seiring dengan bertambahnya usia, dan keadaanpun semakin menunjukkan bahwa efek semain banyak peminatnya. Ramainya tanggapan publik dan selalu bertambahnya perusahaan yang Go Public adalah wujud dari kemajuan Bursa Efek. Perkembangan Bursa Efek yang terjadi kini adalah berkat perjuangan BAPEPAM, perusahaan yang memasyarakatkan sahamnya, Pemerintah, Lembaga Penunjang, dan masyarakat yang turut meramaikan perdagangan saham dan turut berpartisipasi menginvestasikan kelebihan dananya.
Dibandingkan dengan situasi bursa efek pada sekitar 10 tahun yang lalu, keadaan saat ini memang telah jauh berbeda. Perkembangan yang terjadi cukup pesat dan diluar dugaan. Tetapi bukan berarti bursa efek berjalan terus dengan mulus tanpa rintangan. Banyak hal yang terjadi yang mewarnai pasang-surut kehidupan bursa efek di Indonesia. Jika keadaan sosial, politik atau ekonomi bangsa kita sedang terganggu dan tidak stabil, tentu saja kondisi bursa efek amat terpengaruh.

MENDONGKRAK DAYA SAING INVESTASI INDONESIA

Peningkatan ekonomi melalui produk domestik bruto (PDB) merupakan agenda pemerintah dalam mengatasi persoalan pengangguran di Indonesia terutama sejak awal krisis ekonomi Tahun 1998. Namun demikian, upaya menggenjot pertumbuhan ekonomi bukan persoalan yang ringan. Keterbatasan keuangan pemerintah, ditambah peran sektor swasta Indonesia dalam kegiatan ekonomi yang belum maksimal adalah dua dari beberapa kendala utama yang harus dihadapi oleh pemerintah untuk melaksanakan agenda tersebut.
Pemerintah nampaknya menyadari betul bahwa peningkatan investasi langsung baik Domestic Direct Investment (DDI) maupun Foreign Direct Investment (FDI) merupakan salah satu dari beberapa solusi yang ada. Direct investment yang merupakan bentuk investasi jangka panjang dapat menyerap tenaga kerja yang cukup banyak dan memberikan multiplier effect yang besar bagi ekonomi Indonesia, di samping dapat memberikan solusi yang relatif permanen.
Direct investment Indonesia dari tahun 1990 sampai dengan 2009 mengalami kenaikan yang signifikan, dari Rp.3.105 miliar menjadi Rp.48.615 miliar (BKPM, 2010), meningkat 14.6 kali lipat. Sebuah lompatan angka yang sangat besar. Akan tetapi, jika dilihat dari angka pertumbuhan per tahunnya, nilai investasi Indonesia naik turun, sehingga rata-rata pertumbuhan per tahunnya sebesar 22.56%. Pertumbuhan yang sangat signifikan terjadi pada tahun 1993 dan 2005 dengan angka pertumbuhan 98,9% dan 98,4% dari tahun sebelumnya.
Berdasarkan sumber investasinya, BKPM (2010) mencatat bahwa investasi nasional Indonesia masih didominasi oleh DDI. Hal ini terllihat dari proporsi DDI terhadap total investasi nasional. Dalam periode 1999-2009 proporsi rata-rata DDI mencapai 73,59%, dan sisanya 26,41% adalah FDI. Hanya saja, FDI tumbuh rata-rata 30,39% per tahun, lebih besar dibandingkan dengan DDI yang tumbuh 24,17% per tahunnya. Ratio DDI terhadap PDB secara otomatis juga menunjukan dominasi peran DDI atas FDI terhadap ekonomi Indonesia, dimana rasio DDI/PDB mencapai 0.80% per tahun sedangkan rasio FDI/PDB hanya 0.29% per tahun dalam periode 2000-2008.
Angka-angka di atas khususnya angka pertumbuhan FDI tentunya merupakan kabar gembira bagi pemerintah. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan apa yang telah dicapai oleh negara tetangga ASEAN, Indonesia masih tertinggal di belakang. Berdasarkan catatan UNCTAD dalam World Investment Report 2009, Indonesia diposisi kedelapan penerima FDI inflow pada tahun 2007-2008, di bawah Singapura, Thailand, Malaysia dan Vietnam.

DAYA SAING DAN RESIKO INVESTASI

Dalan kurun waktu 1998 sampai dengan sekarang, tercatat minimal tiga kebijakan telah diambil oleh pemerintah untuk menarik investor datang ke Indonesia. Pertama, kebijakan penjaminan atas pembangunan infrastruktur dengan pola kerja sama antara pemerintah dengan swasta atau public private partnership (PPP) pada tahun 2005. Kedua, pemberian fasilitas pengurangan pajak penghasilan untuk penanaman modal pada bidang-bidang dan atau daerah tertentu pada tahun 2007, dan ketiga pembentukan kawasan ekonomi khusus (KEK) pada tahun 2009.
Nampaknya, ketiga kebijakan tersebut belum cukup menggiurkan bagi investor. Risiko investasi di Indonesia masih dipandang relatif tinggi oleh investor dibandingkan dengan negara tetangga ASEAN. Berangkat dari Capital Assets Pricing Model Theory, tingginya yield surat utang negara (SUN) merupakan indikasi yang nyata bahwa investasi di Indonesia relatif lebih berisiko. Bespoke Investment Group (2008) mencatat bahwa SUN 10 tahun Indonesia memiliki yield 10.0% tertinggi di Asia, jauh di atas negara tetangga seperti Philipina (6.2%), Thailand (4.2%), Malaysia (3.7%) dan Singapura (2.3%).
Selain indikator yield SUN, beberapa lembaga internasional juga menempatkan posisi Indonesia yang tertinggal di bawah negara tetangga. World Economic Forum (2009) menempatkan Indonesia dalam The Global Competitiveness Index 2009-2010 di peringkat ke-54, sedangkan Singapura, Malaysia, dan Thailand masing-masing di posisi ke-3, ke-24, dan ke-36. Indonesia hanya menang dengan Vietnam yang diposisi ke-75.
Selain itu, berdasarkan risk assessment yang dilakukan oleh ONDD, The Belgian Export Credit Agency, Indonesia juga ditempatkan di bawah Singapura, Malaysia dan Thailand untuk kategori politic risk, commercial risk, war risk, risk of expropriation and government action, dan transfer risk (ONDD, 2010). Untuk politic risk jangka menengah dan panjang, Indonesia mendapatkan nilai 5 (risiko tinggi), jauh di atas Singapura (1), Malaysia (2) dan Thailand (3). Sedangkan untuk commercial risk, Indonesia mendapat kategori C, sedangkan ketiga negara tetangga tersebut mendapat kategori B.

PENGERTIAN DUAL LISTING

Istilah pencatatan saham ganda atau  dual listing sedang hangat diperbincangkan saat ini di dunia pasar  modal Indonesia. Dual listing sebenarnya bukan istilah baru di dunia saham, namun baru-baru ini dual listing sering dibahas di media cetak ataupun elektronik seiring adanya perusahaan asing yang mau menanamkan sahamnya di indonesia. Sebelum kita membahas lebih lanjut kita lihat dulu makna dari dual listing, dual listing adalah suatu kegiatan yang dilakukan suatu perusahaan untuk  mendaftarkan dan memperjualbelikan sahamnya tidak hanya di satu pasar modal namun juga menjual sahamnya di pasar modal lain yang berbeda. Dual listing bisa meningkatkan likuiditas dari suatu saham. Yang dimaksud dengan likuiditas disini adalah kemampuan saham untuk dijadikan uang secara cepat tanpa adanya pengurangan harga. Cara yang biasa dilakukan oleh perusahaan untuk melakukan dual listing adalah dengan membuat struktur kepemilikan baru dari dua perusahaan yang masing-masing sahamnya akan dijual di pasar saham yang berbeda. Ada dua alasan umum kenapa dual listing hanya dilakukan di dua negara berbeda, yaitu :
1. merger dari perusahaan  di negara yang berbeda.
2. untuk mendapatkan akses yang lebih besar untuk mengambil modal di pasar yang lebih besar.

Contoh perusahaan dari nomor pertama antara lain Anglo-Dutch grup Unilever dan and Reed Elsevier. Dalam perusahaan yang merger ini, dual listing juga berperan sebagai pelindung identitas nasional dari dua perusahaan yang melakukan merger tersebut. Dari perspektif shareholder, mereka bisa membeli dan menjual saham dari kedua perusahaan di pasar modal kedua negara. Sedangkan yang kedua biasanya adalah perusahaan yang mempunyai sahamnya di negeri asalnya dan ketika perusahaannya berkembang semakin besar, mereka mengincar pasar yang lebih besar di negara lain untuk menambah modal mereka. ada juga beberapa masalah yang biasanya terjadi ketika perusahaan melakukan dual listing, antara lain :
·         Sahamnya mungkin ditukar dalam harga yang lebih rendah di salah satu pasar saham.
·         Sahamnya mungkin memiliki likuiditas yang kurang di salah satu pasar saham.
·         Peraturan tentang struktur perusahaan dan birokrasi yang rumit bisa menghambat perusahaan yang akan melakukan dual listing

DUAL LISTING DI LUAR NEGERI

Dual listing bukan hal yang asing lagi di luar negeri, namun karena kerumitan dalam peraturan untuk mengaturnya, dual listing tidak banyak digunakan di seluruh dunia. Tapi masih cukup banyak negara yang memperbolehkan dual listing antara lain United Kingdom, Belanda, Australia, Canada dan lain-lain. Contoh perusahaan yang melakukan dual listing antara lain :
-          Royal Dutch Shell di United Kingdom dan Belanda 
-          BHP Biliton di Australia dan United Kingdom
-          Rio Tinto Group di Australia dan United Kingdom
-          Unilever di United Kingdom dan Belanda
-          Thomas Reuters Corporation & Plc di Canada dan London
-          Carnival Corporation & Plc di Panama dan United Kingdom
-          Investec Bank di Afrika Selatan dan United Kindom
-          Reed Elsevier di United Kingdom dan Belanda
-          Mondi di Afrika Selatan dan United Kingdom
Namun ada juga negara yang tidak memperbolehkan dual listing, salah satunya adalah India. Di India tidak ada peraturan yang mengatur tentang dual listing. Foreign Exchange Management Act (FEMA) di India perlu melakukan beberapa perubahan dalam peraturannya. Reserve Bank India juga perlu memberikan izin karena berhubungan dengan jual beli dalam kurs asing. India hanya memperbolehkan pendaftaran ADR dan GDR dari perusahaan asing yang ada di luar negeri. ADR (American Depositary Receipt) dan GDR (Global Depository Receipt) sebenarnya mempunyai prinsip yang sama dengan dual listing yaitu untuk mengumpulkan modal di perusahaan asing dalam pasar yang lebih luas, namun berbeda dalam pelaksanaannya. ADR dibeli oleh para investor dan bisa dirubah menjadi saham. Beda ADR dengan saham hanya pemilik ADR tidak mempunyai hak suara dalam perusahaan. Sedangkan perbedaan antara ADR dan GDR adalah GDR bisa diperjualbelikan di seluruh dunia dan ADR hanya boleh diperjualbelikan di suatu negara saja.

DUAL LISTING DI DALAM NEGERI

Di Indonesia peraturan dual listing diatur oleh Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal). Seiring dengan adanya minat  perusahaan-perusahaan  asing antara lain CIMB Group Holdings dan Malayan Bank dari Malaysia, untuk menanamkan sahamnya di Indonesia, Bapepam berencana untuk meperingan peraturan yang ada khususnya aturan X.A 10 tentang Penawaran Umum Sertifikat Penitipan Efek Indonesia (Indonesian Depository Receipt) yang sudah ada sejak tahun 1997. Dengan tujuan untuk menghilangkan beberapa prosedur yang dianggap menghambat secara urusan administrasi sehingga nantinya memudahkan para investor asing untuk menanamkan sahamnya di Indonesia. Namun sampai sekarang rencana Bapepam ini belum terlaksana sehingga kedua investor asing tersebut belum bisa mendaftarkan sahamnya di BEI (Bursa Efek Indonesia).



III.             KESIMPULAN
Dalam perkembangan ekonomi Indonesia peningkatan Investasi makin lama makin meningkat akan tetapi dalam peningkatannya hanya bertambah sedikit demi sedekit,keadaan ini cukup membanggakan. Pemerintah juga terus meningkatkan persentase kenaikan Investasi dalam Negeri maupun Luar Negeri. Pemerintah saat ini juga terus berusaha meningkatkan Investasi Indonesia, dan juga harus diimbangi dengan pengambilan kebijakan yang memudahkan para investor untuk menanamkan sahamnya. Sehingga pada saat mendatang Investasi Indonesia bisa terus meningkat dan bisa mengalahkan Negara-negara tetangga yang investasinya sudah jauh diatas Indonesia.

IV.             SARAN
  • Sebaiknya Pemerintah itu memberikan kelonggaran dalam peraturan dual listing karena banyak investor asing yang berminat, namun keberatan akan peraturannya jika peraturan dual listing dipermudah. Maka investor asing akan menanam sahamnya. Sejalan dengan itu perkembangan saham di Indonesia akan berkembang.
  • Kepercayaan Investor asing maupun dalam negeri harus bisa dipertahankan, karena kepercayaan dari Investor untuk menanamkan modal berarti meyakinkan bahwa Indonesia adalah pangsa pasar yang menjanjikan. BEI (Bursa Efek Indonesia) sebagai fasilitator harus bisa mengakomodir Investor tersebut dalam kegiatan dual listing ini.
  • Pemerintah dalam hal ini Bapepam harusnya bergerak lebih cepat dalam memenuhi harapan dari perusahaan-perusahaan asing yang akan melakukan dual listing di BEI khususnya CIMB Group dari Malaysia. Sudah hampir satu tahun sejak CIMB Group menunjukkan minatnya untuk melakukan dual listing di Indonesia, namun peraturan yang ditunggu belum muncul juga Jika Bapepam bisa segera menyelesaikan regulasi yang berbelit-belit menjadi lebih mudah dengan cepat, maka ini akan menunjukkan itikad baik Indonesia sebagai ’tuan rumah’ yang baik bagi para investor asing, yang nantinya mudah-mudahan dapat menambah minat investor-investor lainnya untuk menanam modal di Indonesia.
  • Pemerintah seharusnya terus meningkatkan investasinya kedalam negeri maupun diluar negeri sehingga Investasi Indonesia bisa terus-menerus meningkat dan bahkan bisa mengalahkan Negara-negara tetangga yang investasinya sudah jauh diatas Indonesia.

V.                DAFTAR PUSTAKA

NAMA            : AULIA AKBAR
NPM               : 21210220

NAMA            : CANDIO PRIANDEZA
NPM               : 21210508

NAMA            : PRAYOGA CAHAYANDA
NPM               : 25210378

NAMA            : RIKO WIDYATMOKO H.
NPM               : 25210960