Undang – Undang Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
No. 21 Tahun 2011
Menimbang :
1.
Bahwa untuk mewujudkan perekonomian nasional yang mampu
tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, diperlukan kegiatan di dalam sektor
jasa keuangan yang terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan
akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara
berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan
masyarakat;
2.
Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, diperlukan otoritas jasa keuangan yang memiliki fungsi, tugas,
dan wewenang pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan secara terpadu, independen, dan akuntabel;
3.
Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk UndangUndang tentang Otoritas Jasa
Keuangan;
Mengingat :
1.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan
Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4962);
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya
disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan
pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan,
pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang ini.
2.
Dewan Komisioner adalah pimpinan tertinggi
OJK yang bersifat kolektif dan kolegial.
3.
Kepala Eksekutif adalah anggota Dewan
Komisioner yang bertugas memimpin pelaksanaan pengawasan kegiatan jasa keuangan
dan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Dewan Komisioner.
4.
Lembaga Jasa Keuangan adalah lembaga yang
melaksanakan kegiatan di sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana
Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
5.
Perbankan adalah segala sesuatu yang
menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan
proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan syariah
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perbankan dan undang-undang
mengenai perbankan syariah.
6.
Pasar Modal adalah kegiatan yang
bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang
berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang
berkaitan dengan Efek sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai pasar
modal.
7.
Perasuransian adalah usaha perasuransian
yang bergerak di sektor usaha asuransi, yaitu usaha jasa keuangan yang dengan
menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi memberikan
perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap timbulnya
kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau
meninggalnya seseorang, usaha reasuransi, dan usaha penunjang usaha asuransi
yang menyelenggarakan jasa keperantaraan, penilaian kerugian asuransi dan jasa
aktuaria, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai usaha perasuransian.
8.
Dana Pensiun adalah badan hukum yang
mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang mengenai dana pensiun.
9.
Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang
melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal
sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai lembaga
pembiayaan.
10.
Lembaga Jasa Keuangan Lainnya adalah pergadaian,
lembaga penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan pembiayaan
sekunder perumahan, dan lembaga yang menyelenggarakan pengelolaan dana
masyarakat yang bersifat wajib, meliputi penyelenggara program jaminan sosial,
pensiun, dan kesejahteraan, sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan mengenai pergadaian penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor
Indonesia, perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan pengelolaan dana
masyarakat yang bersifat wajib, serta lembaga jasa keuangan lain yang
dinyatakan diawasi oleh OJK berdasarkan peraturan perundang-undangan.
11.
Peraturan OJK adalah peraturan tertulis
yang ditetapkan oleh Dewan Komisioner, mengikat secara umum, dan diundangkan
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
12.
Peraturan Dewan Komisioner adalah
peraturan tertulis yang ditetapkan oleh Dewan Komisioner dan mengikat di
lingkungan internal OJK.
13.
Bank Indonesia adalah Bank Sentral
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
14.
Lembaga Penjamin Simpanan adalah Lembaga
Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai lembaga
penjamin simpanan.
15.
Konsumen adalah pihak-pihak yang
menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan yang tersedia di Lembaga
Jasa Keuangan antara lain nasabah pada Perbankan, pemodal di Pasar Modal,
pemegang polis pada Perasuransian, dan peserta pada Dana Pensiun, berdasarkan
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
16.
Pemerintah adalah pemerintah Republik
Indonesia.
17.
Gubernur Bank Indonesia adalah pemimpin
merangkap anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia.
18.
Menteri Keuangan adalah menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
19.
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin
Simpanan adalah pemimpin merangkap anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin
Simpanan.
20.
Ex-officio adalah jabatan seseorang pada lembaga tertentu karena tugas dan
kewenangannya pada lembaga lain.
21.
Komite Etik adalah organ pendukung Dewan
Komisioner yang bertugas mengawasi kepatuhan Dewan Komisioner, pejabat dan
pegawai OJK terhadap kode etik.
22.
Dewan Audit adalah organ pendukung Dewan
Komisioner yang bertugas melakukan evaluasi atas pelaksanaan tugas OJK serta
menyusun standar audit dan manajemen risiko OJK.
23.
Panitia Seleksi adalah panitia yang
dibentuk oleh Presiden yang bertugas untuk memilih dan menetapkan calon anggota
Dewan Komisioner untuk disampaikan kepada Presiden.
24.
Setiap Orang adalah orang perseorangan
atau korporasi.
25.
Forum Koordinasi Stabilitas Sistem
Keuangan adalah forum koordinasi yang dibentuk untuk menjaga
stabilitas sistem keuangan yang anggotanya terdiri atas Menteri Keuangan selaku
koordinator merangkap anggota, Gubernur Bank Indonesia selaku anggota, Ketua
Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan selaku anggota, dan Ketua Dewan
Komisioner OJK selaku anggota.
BAB II
PEMBENTUKAN, STATUS, DAN TEMPAT KEDUDUKAN
Pasal 2
1.
Dengan Undang-Undang ini dibentuk OJK.
2.
OJK adalah lembaga yang independen dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain,
kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang ini.
Pasal 3
1.
OJK berkedudukan di ibu kota Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
2.
OJK dapat mempunyai kantor di dalam dan di luar wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dibentuk sesuai dengan kebutuhan.
Selanjutnya penjelasan
pasal-pasal dapat di download.
Ada beberapa hal yang melatarbelakangi lahirnya UU ini selain pertimbangan
Undang-Undang tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali dirubah,
yakni:
-
Sistem keuangan dan seluruh kegiatan
jasa keuangan yang menjalankan fungsi intermediasi bagi berbagai kegiatan
produktif di dalam perekonomian nasional merupakan salah satu komponen penting
dalam sistem perekonomian nasional.
-
Terjadinya proses globalisasi dalam
sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi serta
inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks,
dinamis, dan saling terkait antar-subsektor keuangan baik dalam hal produk
maupun kelembagaan.
-
Adanya lembaga jasa keuangan yang
memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan (konglomerasi)
telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antarlembaga jasa keuangan
di dalam sistem keuangan
-
Banyaknya permasalahan lintas sektoral
di sektor jasa keuangan, yang meliputi tindakan moral hazard, belum
optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas
sistem keuangan.
Harapan penataan melalui UU No.21 Tentang Otoritas Jasa Keuangan :
-
Penataan dimaksud dilakukan agar dapat
dicapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif di dalam menangani permasalahan
yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya
stabilitas sistem keuangan.
-
Agar pengaturan dan pengawasan terhadap
keseluruhan kegiatan jasa keuangan tersebut harus dilakukan secara terintegrasi
Tugas OJK
OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
-
Kegiatan jasa keuangan di sektor
Perbankan;
-
Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar
Modal; dan
-
Kegiatan jasa keuangan di sektor
Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan
Lainnya.
Dalam menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan, OJK mempunyai wewenang:
1.
Terkait Khusus Pengawasan dan Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan Bank yang
meliputi :
·
Perizinan untuk pendirian bank,
pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan
dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan
izin usaha bank; dan
·
Kegiatan usaha bank, antara lain sumber
dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;
·
Pengaturan dan pengawasan mengenai
kesehatan bank yang meliputi: likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas
aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio
pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank; laporan bank yang terkait
dengan kesehatan dan kinerja bank; sistem informasi debitur; pengujian kredit (credit
testing); dan standar akuntansi bank;
·
Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek
kehati-hatian bank, meliputi: manajemen risiko; tata kelola bank; prinsip
mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan pencegahan pembiayaan terorisme
dan kejahatan perbankan; dan pemeriksaan bank.
2. Terkait Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan
(Bank dan Non-Bank) yang meliputi :
·
Menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
·
Menetapkan peraturan mengenai pengawasan
di sektor jasa keuangan;
·
Menetapkan kebijakan mengenai
pelaksanaan tugas OJK
·
Menetapkan peraturan mengenai tata cara
penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
·
Menetapkan peraturan mengenai tata cara
penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;
·
Menetapkan struktur organisasi dan
infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan
kewajiban; dan
·
Menetapkan peraturan mengenai tata cara
pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor
jasa keuangan.
3. Terkait Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan
(Bank dan Non-Bank) yang meliputi :
·
Menetapkan kebijakan operasional
pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
·
Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan
yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;
·
Melakukan pengawasan, pemeriksaan,
penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa
Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
·
Memberikan perintah tertulis kepada
Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;
·
Melakukan penunjukan pengelola statuter;
·
Menetapkan penggunaan pengelola
statuter;
·
Menetapkan sanksi administratif terhadap
pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di
sektor jasa keuangan; dan
·
Memberikan dan/atau mencabut: izin
usaha, izin orang perseorangan, efektifnya pernyataan pendaftaran, surat tanda
terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan, persetujuan atau
penetapan pembubaran dan penetapan lain.
Asas-Asas OJK dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya
Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Otoritas Jasa Keuangan
berlandaskan asas-asas sebagai berikut:
-
Asas independensi, yakni independen
dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang OJK,
dengan tetap sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;
-
Asas kepastian hukum, yakni asas dalam
negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan
keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan;
-
Asas kepentingan umum, yakni asas yang
membela dan melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan
kesejahteraan umum;
-
Asas keterbukaan, yakni asas yang
membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar,
jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan,
dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi dan golongan,
serta rahasia negara, termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan;
-
Asas profesionalitas, yakni asas yang
mengutamakan keahlian dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Jasa
Keuangan, dengan tetap berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
-
Asas integritas, yakni asas yang
berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam setiap tindakan dan keputusan yang
diambil dalam penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan; dan
-
Asas akuntabilitas, yakni asas yang
menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari setiap kegiatan
penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
publik.
Hubungan Kelembagaan OJK dengan Bank Indonesia dan LPS.
Dalam melaksanakan tugasnya, OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam
membuat peraturan pengawasan di bidang Perbankan antara lain: kewajiban
pemenuhan modal minimum bank, sistem informasi perbankan yang terpadu,
kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing, dan
pinjaman komersial luar negeri, produk perbankan, transaksi derivatif, kegiatan
usaha bank lainnya, penentuan institusi bank yang masuk kategori systemically important bank dan
data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasiaan informasi. Dalam hal Bank
Indonesia untuk melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya memerlukan
pemeriksaan khusus terhadap bank tertentu, Bank Indonesia dapat melakukan
pemeriksaan langsung terhadap bank tersebut dengan menyampaikan pemberitahuan
secara tertulis terlebih dahulu kepada OJK, akan tetapi tidak dapat memberikan
penilaian terhadap tingkat kesehatan bank dan laporan hasil pemeriksaan
tersebut disampaikan kepada OJK paling lama 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya
hasil pemeriksaan.
Jika OJK mengindikasikan bank tertentu mengalami kesulitan likuiditas
dan/atau kondisi kesehatan semakin memburuk, OJK segera menginformasikan ke
Bank Indonesia untuk melakukan langkah-langkah sesuai dengan kewenangan Bank
Indonesia. OJK menginformasikan kepada Lembaga Penjamin Simpanan mengenai bank
bermasalah yang sedang dalam upaya penyehatan oleh OJK sebagaimana dimaksud
dalam peraturan perundang-undangan. Lembaga Penjamin Simpanan dapat melakukan pemeriksaan
terhadap bank yang terkait dengan fungsi, tugas dan wewenangnya, serta
berkoordinasi terlebih dahulu dengan OJK. OJK, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan
wajib membangun dan memelihara sarana pertukaran informasi secara terintegrasi.
Sumber: